Senjata Tradisional Sulawesi Barat

Senjata Tradisional Sulawesi Barat  

 Rasanya tak habis-habis kita menjelajah ke Provinsi Sulawesi Barat ini, jika pada artikel yang lalu tentang Provinsi Sulawesi Barat, kita sudah mengenal bermacam-macam kebudayaan seperti lagu daerah bersama alat musik tradisional nya, serta tari-tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Barat, kini kita akan mengenal salah satu senjata tradisional yang dikenal dari Sulawesi yang tentu saja termasuk Sulawesi Barat didalamnya. Bangsa Indonesia tentu sudah tidak asing dengan istilah senjata badik.
Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda, dengan panjang mencapai sekitar setengah meter. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah). Senjata Tradisonal ini merupakan Senjata Identitas Provinsi Sulawesi Barat. Menurut pandangan orang Bugis Makassar, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya.
 
Sejak ratusan tahun silam, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda.
Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yakni hulu (gagang) dan bilah (besi), serta sebagai pelengkap adalah warangka atau sarung badik. Disamping itu, terdapat pula pamor yang dipercaya dapat memengaruhi kehidupan pemiliknya.
- Badik Makassar
Badik Makassar memiliki kale (bilah) yang pipih, battang (perut) buncit dan tajam serta cappa’ (ujung) yang runcing. Badik yang berbentuk seperti ini disebut Badik Sari. Badik Sari terdiri atas bagian pangulu (gagang badik), sumpa’ kale (tubuh badik) dan banoang (sarung badik). Lain Makassar lain pula Bugis, di daerah ini badik disebut dengan kawali, seperti Kawali Raja (Bone) dan Kawali Rongkong (Luwu).
- Badik Bugis Luwu
Badik Bugis Kawali Bone memiliki bessi atau bilah yang pipih, ujung runcing dan bentuk agak melebar pada bagian ujung, sedangkan kawali Luwu memiliki bessi pipih dan berbentuk lurus. Kawali pun memiliki bagian-bagian, seperti pangulu (hulu), bessi (bilah) dan wanua (sarung). Seperti pada senjata tradisional lainnya, kawali juga dipercaya memiliki kekuatan sakti, baik itu yang dapat membawa keberuntungan ataupun kesialan.
- Kawali Lamalomo Sugi
Kawali Lamalomo Sugi adalah jenis badik yang mempunyai motif kaitan pada bilahnya dan dipercaya sebagai senjata yang akan memberikan kekayaan bagi pemiliknya. Sedangkan, kawali Lataring Tellu yang mempunyai motif berupa tiga noktah dalam posisi tungku dipercaya akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya berupa tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan mengalami duka nestapa. Itulah sebabnya, badik ini paling cocok digunakan bagi mereka yang berusaha di sektor pertanian.

Senjata Tradisional Jawa Tengah

Senjata tradional Jawa Tengah


Senjata tradional Jawa Tengah serta Daerah Istimewa Yogyakarta dengan cara garis besarnya nyaris sama, cuma membedakan morfologi, bentuk serta ornament dari senjata tradisional itu, yakni Keris. 
Mulai sejak zaman dahulu, keris senantiasa jadi simbol kemampuan, baik untuk laki-laki ataupun wanita. Pada intinya, keris sama dengan senjata tradisional yang lain. Bermata tajam dan dipakai untuk memotong, menusuk, atau mengiris. Pada saat lantas, keris juga digunakan juga sebagai lambang jati diri diri, baik itu untuk diri sendiri, keluarga, atau klan. Keris seseorang raja tidak sama dengan keris perwira atau abdi dalam bawahannya. Bukan sekedar bilah kerisnya saja yang tidak sama namun juga detil-detil perhiasan piranti pelengkapnya juga tidak sama. 
Pembuatan 
Keris sudah di buat oleh beberapa empu pembuat keris mulai sejak zaman dahulu. Kombinasi pada materi baja dengan meteorit, dengan tehnik tempa lipat, jadikan keindahan fisik keris terbentuk. 
Dalam dunia perkerisan, di kenal arti pamor daden. Pamor daden yaitu pamor atau “cahaya” yang terbentuk dengan cara spontan, tanpa ada rekayasa sang empu pembuat keris. Menurut percobaan yang dikerjakan, keris umumnya mempunyai kandungan radioaktivitas yang tinggi, oleh karena itu memerlukan cara untuk menetralisirnya. 
Satu diantara cara menetralisir bahaya radiasi itu dengan menyarungkan bilah keris ke dalam rencana kayu spesifik. Kayu-kayu yang umum dipakai yaitu kayu Timoho, Trembalu, Cendana, Awar-awar, Galih asem, Liwung, atau gading gajah
Diluar itu, ada juga arti pamor rekanan atau pamor buatan. Pamor rekanan yaitu bila mulai sejak awal pembuatan keris, sang empu keris inginkan “cahaya” spesifik dari kerisnya. 
Ciri khas keris Solo, umumnya mempunyai aksesori banyak yang bertahtakan emas berlian dan berangka kayu cendana wangi. Dalam budaya Jawa tradisional keris bukan sekedar dikira juga sebagai senjata tradisional yang mempunyai kekhasan bentuk serta pamornya. 
Keris style Solo dimaksud ladrang sedang Yogyakarta bernama Branggah Ladrang memiliki bilah (sarung keris) yang lebih ramping serta simpel tanpa ada banyak hiasan lantaran ikuti style senopatenan serta mataram sultan agungan. Sesaat keris Solo (Ladrang) pada bilahnya semakin banyak ornament serta bentuk serta motif lantaran ikuti cita rasa Madura dari Mpu Brojoguno. Ukiran keris solo memiliki tekstur lebih halus dari pada Yogyakarta. Juga ada ketidaksamaan dari gagang keris, luk, serta lain sebagainya. Semasing mempunyai filosofi sendiri-sendiri. 
Senjata Tradisional Kasunan Surakarta Hadiningratan 
Pandangan diluar keraton mendeskripsikan pusaka juga sebagai senjata yang berbentuk sakral. Sedang dalam konteks Kasunanan Surakarta Hadiningrat, arti pusaka dimaknai juga sebagai benda-benda peninggalan dari leluhur keraton yang diwariskan dengan cara turun-temurun pada dari Raja pada awal mulanya ke Raja yang setelah itu. 
Jadi, yang dimaksud pusaka tidak cuma berbentuk senjata saja, tetapi benda-benda lain yang mempunyai makna sendiri untuk keraton. Tetapi, dalam konteks ini, bakal sedikit dibicarakan perihal senjata pusaka yang dimiliki Kasunanan Surakarta Hadiningrat. 
Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki beragam type senjata pusaka yang sampai saat ini masih tetap dirawat dengan baik. Sebagian type senjata pusaka yang ada di Kasunanan Surakarta Hadiningrat diantaranya keris, tombak, pedang, trisula, gada besi, meriam, dsb. Senjata-senjata pusaka keraton itu dipercaya menaruh arti magis hingga mempunyai kemampuan yang punya pengaruh atau prabawa serta dikira juga sebagai benda-benda sakral yang perlu dihormati. 
Kudhi untuk orang-orang Banyumas yaitu satu diantara perkakas yang serba manfaat, terkecuali sebagai senjata tajam yang dipakai membuat perlindungan diri dari bahaya yang meneror. Serta juga sebagai sub budaya orang-orang Jawa, orang-orang Banyumas (serta seperti umumnya orang-orang Jawa) di dalam kesehariannya senantiasa memakai simbol-simbol atau simbol. Lambang atau simbol itu dapat berupa benda, tulisan, perkataan ataupun upacara serta kesenian, satu diantaranya Kudhi. Kudhi yang dikira mempunyai daya linuwih ini cuma digunakan juga sebagai senjata jimat. Karena kudhi sejenis ini tidak sering serta sangatlah susah didapat. Orang-orang Banyumas kerap menyebutnya dengan Kudhi Trancang
Terdapat banyak jenis kudhi yang ada di Banyumas yakni Kudhi Umum atau yang kerap digunakan untuk semua kepentingan. Kudhi ini mempunyai ukuran panjang 40 cm serta lebar 12 cm. Lalu Kudhi Melem, kudhi yan di bagian ujungnya seakan-akan berupa ikan melem. Ukurannya lebih kecil kurang lebih 30 cm panjangnya serta lebar 10 cm. Kudhi ini berperan untuk bikin bilik serta pagar rumah. Serta yang paling akhir Kudhi Arit, yakni type arit yang di bagian tengahnya memiliki weteng (perut). Type ini bisa digunakan diantaranya untuk kepentingan mencari kayu bakar, ramban (mencari dedaunan) atau untuk nderes (mencari nira). Ukuran kudhi ini kurang lebih 35 cm panjangnya serta 10 cm lebar perutnya. 

Se3njata Tradisional jawa Barat

Senjata Tradisisonal Jawa Barat
 
Senjata Tradisional merupakan perkakas yang dipergunakan oleh masyarakat Indonesia pada masa lalu. Senjata tradisional yang biasanya dibuat dari bahan yang ditemukan dari alam ini biasanya dipergunakan sebagai alat pertahanan diri / perlindungan dari serangan musuh atau binatang buas. Selain itu senjata tradisional juga dipergunakan sebagai alat untuk kegiatan berladang maupun berburu. Pada saat ini senjata tradisional lebih berfungsi sebagai identitas suatu bangsa yang menjadi khasanah dan kekayaan budaya. Tak hanya itu, bahkan senjata tradisional juga memiliki falsafah yang tersirat dibalik fisiknya sebagai senjata / perkakas.
Senjata tradisional Jawa Barat banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Bahkan salah satu senjata tradisional Jawa Barat yaitu kujang, menjadi simbol khas daerah Jawa Barat. Dan berikut ini adalah senjata tradisional yang berasal dari Jawa Barat :

1. Senjata Tradisional Jawa Barat - Kujang


Kujang adalah senjata tradisional dari Jawa Barat yang bentuknya unik dengan panjang sekitar 20 - 25 cm. Bahan pembuat kujang adalah dari besi, baja dan bahan pamor (baja putih yang ditempatkan pada bilah keris dan sebagainya). Pertamakali mulai dibuat pada abad ke 8 - 9, namun demikian ada beberapa pihak yang menyatakan kemungkinan bahwa kujang telah dipakai sebelum itu yang didasarkan pada kemungkinan teoritis terhadap bentuk kujang itu sendiri.
Senjata kujang ini merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.

Dilihat dari bentuk dan ragamnya, kujang dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
  1. Kujang ciung (kujang yang bentuknya menyerupai burung ciung)
  2. Kujang jago (kujang yang bentuknya menyerupai ayam jago)
  3. Kujang kuntul (kujang yang bentuknya menyerupai burung kuntul)
  4. Kujang bangkong (kujang yang bentuknya menyerupai bangkong (kodok))
  5. Kujang naga (kujang yang bentuknya menyerupai ular naga)
  6. Kujang badak (kujang yang bentuknya menyerupai badak); dan 
  7. Kudi (pakarang dengan bentuk yang menyerupai kujang namun agak “kurus”). 
 Sedangkan, apabila dilihat dari fungsinya kujang dapat pula dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
  1. Kujang sebagai pusaka (lambang keagungan seorang raja atau pejabat kerajaan)
  2. Kujang sebagai pakarang (kujang yang berfungsi sebagai senjata untuk berperang);
  3. Kujang sebagai pangarak (alat upacara); dan 
  4. Kujang pamangkas (kujang yang berfungsi sebagai alat dalam pertanian untuk memangkas, nyacar, dan menebang tanaman).
Kujang yang tergolong lengkap umumnya terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
  • Papatuk atau congo, yaitu bagian ujung yang runcing yang digunakan untuk menoreh atau mencungkil; 
  • Eluk atau siih, yaitu lekukan-lekukan pada badan kujang yang gunanya untuk mencabik-cabik tubuh lawan; 
  • Waruga yaitu badan atau wilahan kujang; 
  • Mata yaitu lubang-lubang kecil yang terdapat pada waruga yang jumlahnya bervariasi, antara 5 hingga 9 lubang. Sebagai catatan, ada juga kujang yang tidak mempunyai mata yang biasa disebut sebagai kujang buta; 
  • Tonggong, yaitu sisi tajam yang terdapat pada bagian punggung kujang; 
  • Tadah, yaitu lengkung kecil pada bagian bawah perut kujang; 
  • Paksi, yaitu bagian ekor kujang yang berbentuk lancip; 
  • Selut, yaitu ring yang dipasang pada ujung gagang kujang; 
  • Combong, yaitu lubang yang terdapat pada gagang kujang; 
  • Ganja atau landaian yaitu sudut runcing yang mengarah ke arah ujung kujang; 
  • Kowak atau sarung kujang yang terbuat dari kayu samida yang memiliki aroma khas dan dapat menambah daya magis sebuah kujang; dan 
  • Pamor berbentuk garis-garis (sulangkar) atau bintik-bintik (tutul) yang tergambar di atas waruga kujang. Sulangkar atau tutul pada waruga kunjang, disamping sebagai penambah nilai artistik juga berfungsi untuk menyimpan racun

Senjata Tradisional DKI Jakarta

 Senjata Tradisional DKI Jakarta
 
Golok biasanya digunakan oleh jawara sebagai senjata untuk membela diri. Namun hari ini beberapa senjata tradisional digunakan untuk keperluan sehari-hari, misalnya sebagai alat pertanian. Masyarakat Betawi kerap menggunakan golok sebagai senjata atau perkakas mereka. Keberadaan golok di tengah masyarakat betawi sanagt dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa Barat-Banten. Namun, secara fisik  model kedua golok ini berbeda.

Ada tiga jenis golok dalam tradisi betawi, yaitu :
  • Golok gobag
  • Golok ujung turun
  • Golok betok
Tembaga menjadi bahan utama pembuatan golok gobag. Bentuk dari golok ini cenderung pendek. Golok gobak memiliki bentuk ujung yang rata serta melengkung di  bagian punggung golok. Gagang pada golok ini tidak memiliki ukiran. Bahan dari gagang itu sendiri adalah kayu rengas, orang Betawi menyebutnya dengan sebutan gagang jantuk. Kemudian golok ujung turun. Golok ini memiliki ujung yang lancip, dan biasanya golok ini menggunakan wafak pada bilah serta ukuran hewan pada gagangnya, dan warangka golok biasanya lebih sering menggunakan tanduk agar ketika bertarung beban golok menjadi lebih ringan.

Golok yang terakhir adalah golok betok dan badik-badik. Sama seperti golok gobak, golok ini menpunyai bentuk yang pendek dan bisanya berfungsi sebagai senjata pusaka yang menyertai golok jawara serta badik-badik yang merupakan pisau serut untuk pengasah golok jawara.

Sementara itu Golok dalam masyarakat Betawi dibedakan ke dalam dua kategori, yakni golok kerja (gablongan bendo atau golok dapur) digunakan untuk keperluan rumah tangga. Kedua golok simpenan (sorenan) ini dibedakan lagi menjadi dua yakni sorenan simpenan untuk memotong hewan dan sorenan pinggang. Ada juga yang berbentuk trapesium. Gagangnya terbuat dari kayu yang keras seperti kayu jambu atau gading dan ada juga dari tulang hewan. Badannya terbuat dari besi bekas \"per\" kendaraan bermotor (truk). Sarungnya juga terbuat dari kayu yang kuat dan ulat yang kemudian dirapatkan dengan tali.

Golok sebagai gablongan umumnya tidak bersarung dan disimpan di dapur. Sedangkan golok sorenan bersarung dan disimpan ditempat yang tidak mudah terjangkau oleh anak-anak. Penyimpanan dibawah bantal biasa dilakukan oleh para jawara dan biasanya golok tersebut diberi nama sendiri misalnya \"si Batok\" untuk menunjukkan kekhasan dan identitas dari golok serta pemiliknya. Sementara ukuran golok baik mengenai panjang pendek atau besar kecil golok tidak ada kaitannya dengan baik dan jeleknya golok hanya menyangkut masalah selera saja.

Golok juga merupakan wujud fisik kebudayaan sinkretik, yang muncul pada golok berwafak, atau wifik. Wafak adalah aksesori mistikal yang unsur-unsumya adalah huruf dan angka Arab, serta gambar hewan. Jenis wafak pada golok bukan pekerjaan pengrajin biasa, karena si pembuat dalam proses pengerjaan harus selalu dalam keadaan suci, artinya tidak boleh ada hadas. Dan sebelumnya yang bersangkutan harus berpuasa dulu. Begitulah persyaratan membuat golok berwafak sebagai pusaka Betawi. Golok berwafak harus dirawat, setidaknya secara teratur mengolesnya dengan minyak misik, atau buhur. Adapun gambar hewan yang diwafak digolok mencerminkan kepercayaan orang Betawi akan hewan yang dianggapnya keramat. Hewan yang paling difavoritkan adalah macan, misalnya golok Mat Item juga berwafak gambar macan.

Senjata Tradisional banten

Golok, Senjata Tradisional Banten 
 
 Banten adalah provinsi yang paling muda di Pulau Jawa. Provinsi Banten merupakan hasil pemekaran dari wilayah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Undang - Undanga Nomor 23 tahun 2000. Kebudayaan yang berkembang di Banten tidak lepas dari pengaruh budaya sunda (Jawa Barat) dan juga betawi (DKI Jakarta). Berbagai tarian tradisional Banten terus dikembangkan seiring dengan kreasi para seniman Banten. Namun ada hal yang unik dan menarik di Banten yang sudah ada sejak dahulu. Budaya yang unik tersebut terus lestari secara turun temurun hingga saat ini. Salah satu yang terkenal apabila mendengar kata Banten adalah jawaranya dengan atraksi seni debus. Dan tentu saja senjata tradisional yang menjadi ikon daerah Banten.
Selain tradisi debus yang cukup ekstrim dan terkenal dari Banten, masyarakat Banten masih memiliki salah satu karya budaya berupa senjata tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat yang bertani, berkebun maupun sebagai alat untuk membela diri. Senjata tradisional tersebut adakah golok atau bedog. Walaupun memiliki konotasi arti yang sama, namun penggunaan dua kata tersebut sangat berbeda di Banten. Bedog yang juga berarti sebutan untuk parang biasanya dipergunakan oleh masyarakat untuk bertani / bercocok tanam atau sebagai perkakas dapur. Sedangkan golok lebih diartikan sebagai senjata yang digunakan untuk mempertahankan diri.

Menyusuri keunikan senjata golok, tidak akan lepas dari daerah atau sentra pembuatan golok. Ciomas, seolah telah menjadi padanan kata untuk golok dari Banten. Ciomas adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Golok Ciomas sudah sangat terkenal diseluruh nusantara bahkan didunia. Golok Ciomas diyakini oleh sebagian besar masyarakat memiliki keistimewaan dan ampuh "menaklukan" musuh.



Adapun model golok Ciomas tidak ada yang sama persis. Beberapa model yang dikenal saat ini antara lain kembang kacang, mamancungan, candung dan salam nunggal.

Senjata Tradisional Bangka Belitung

Senjata Tradisional Bangka Belitung - 

Parang Bangka

Parang adalah senjata tradisional yang banyak dipergunakan oleh masyarakat Indonesia. Parang juga dapat ditemui di pulau jawa, semisal Golok Banten. Namun parang bangka memiliki keistimewaan atau ciri khas yang membedakan dengan golok Ciomas Banten. Parang bangka bentuknya seperti layar kapal. Alat ini digunakan terutama untuk perkelahian jarak pendek. Walaupun sekilas mirip dengan Golok Banten, namun ujung parang ini dibuat lebar dan berat guna meningkatkan bobot supaya sasaran dapat terpotong dengan cepat. Parang yang berdiameter sedang atau sekitar 40 cm juga dapat digunakan untuk menebang pohon karena bobot ujungnya yang lebih besar dan lebih berat.
Di Belitung, produksi parang yang terkenal adalah Parang Badau. Hingga saat ini di tahun 2015, tak banyak yang memproduksi parang badau di bangka belitung, mereka yang sebagai pengerajin adalah mereka yang memiliki jejak benang merah pengerajin dari ratusan silam zaman dahulu. Sehingga, ada parang khusus yang dibuat oleh pengerajin diyakini memiliki kekuatan supranatural. 

2. Senjata Tradisional Bangka Belitung - Kedik

Kedik adalah alat / senjata tradisional yang digunakan sebagai alat pertanian. Alat ini digunakan di perkebunan terutama di kebun lada. Dalam menggunakannya si pemakai harus berjongkok dan bergerak mundur atau menyamping. Alat ini digunakan dengan cara diletakkan pada tanah dan ditarik ke belakang. Alat ini efektif untuk membersihkan rumput pengganggu tanaman lada. Kedik biasanya digunakan oleh kaum wanita karena alatnya kecil dan relatif lebih ringan. Kedik hanya dapat digunakan untuk rumput jenis yang kecil atau rumput yang tumbuh dengan akar yang dangkal, bukan ilalang.


3. Senjata Tradisional Bangka Belitung - Siwar

Siwar adalah senjata tradisional yang mirip dengan Golok panjang. Siwar dibedakan dari ukuran panjang dan pendeknya. Ada Siwar yang berbentuk panjang dinamakan siwar panjang, bentuknya hampir menyerupai mandau Kalimantan Barat, namun ia tidak bengkok. Ukurannya rata, lurus, pipih, ringan jika diayunkan. Kegunaannya untuk pertarungan cepat jarak dekat.

Ukuran panjang, ketebalan dan beratnya pun dirancang khusus yang dibuat tak sembarangan, disesuaikan dengan penggunanya. Keistimewaan lainnya, ada siwar panjang khusus yang rancang memiliki 2 mata sisi yang tajam seperti silet yang digunakan memang untuk pertempuran bagi masyarakat dahulu pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Kemudian ada siwar pendek. Panjangnya seukuran keris, memiliki ujung yang runcing. Dirancang khusus memang untuk pertarungan jarak dekat digunakan untuk menusuk lawan. Bagian tengah memiliki lenkung yang berfungsi untuk merobek. Siwar jenis ini sangat tajam dan memiliki ketebalan yang tipis.

Senjata Tradisional Sumatera Selatan


 Senjata Tradisional sumatera Selatan


 
Skin yang sering juga disebut jembio, rambai ayam (berbentuk menyerupai ekor ayam) atau taji ayam, adalah suatu artefak yang berupa senjata tusuk genggam yang bentuknya meruncing dengan tajaman di salah satu sisi bilahnya

Skin mempunyai kedudukan yang penting bagi seseorang, sehingga fungsinya tidak hanya sebagai senjata, melainkan juga sebagai benda keramat yang memiliki unsur kimpalan mekam atau kimpalan sawah (mempunyai kekuatan magis).

Struktur Skin
Skin adalah senjata yang bahan bakunya terbuat dari besi yang proses pengerjaannya dibuat oleh pandai besi di pedapuran tempat membuat alat-alat dari besi. Pada umumnya skin berukuran antara 25-30 cm (skin rambai ayam). Namun, ada pula skin yang lebih pendek berukuran antara 10-15 cm. Skin berukuran pendek ini biasa disebut sebagai taji ayam karena bentuknya menyerupai taji seekor ayam jantan.

Sarung skin dahulu terbuat dari kulit sapi atau kambing. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sarung skin saat ini banyak yang terbuat dari kulit sintetis yang pengerjaannya dilakukan oleh penjahit tas kulit. Sedangkan gagangnya terbuat dari kayu yang keras tetapi liat yang diukir sedemikian rupa sehingga memiliki nilai seni yang tinggi.

Nilai Budaya
Skin sebagai hasil budaya anak negeri, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk skin yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah skin atau rambai ayam yang indah dan sarat makna. (pepeng)